LUBUKLINGGAU – Kasus meninggalnya seorang siswa di kolam saat kegiatan pembelajaran di lingkungan sekolah Alam Lubuklinggau menimbulkan duka mendalam sekaligus perhatian serius dari berbagai kalangan. Peristiwa tragis ini juga menimbulkan pertanyaan publik tentang tanggung jawab hukum pihak sekolah dan tenaga pendidik yang terlibat dalam kegiatan tersebut.
Menanggapi hal itu, Mahasiswa Hukum Semester akhir Universitas Bina Insan (UNIBI) Lubuklinggau, Rah Zainal, menilai bahwa dari sudut pandang hukum, peristiwa tersebut dapat dikategorikan sebagai kelalaian yang mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang.
“Jika kematian siswa disebabkan karena kurangnya pengawasan dari pihak sekolah atau guru saat kegiatan berlangsung, maka hal itu dapat masuk dalam unsur kelalaian sebagaimana diatur dalam Pasal 359 KUHP,” jelas Rah Zainal, Kamis (13/11/2025).
Rah Zainal menerangkan, Pasal 359 KUHP menyebutkan bahwa barang siapa karena kesalahannya menyebabkan orang lain meninggal dunia, dapat diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun.
“Dalam konteks pendidikan, guru dan pihak sekolah memiliki kewajiban hukum untuk menjaga keselamatan siswa. Apapun alasannya mau itu anak kebutuhan khusus(ABK) atau anak normal lainnya, Jadi apabila terbukti ada unsur lalai, maka pihak terkait bisa dimintai pertanggungjawaban pidana,” tambahnya.
Selain pidana, Rah Zainal menjelaskan bahwa pihak sekolah juga bisa dimintai tanggung jawab secara perdata, terutama jika keluarga korban mengalami kerugian baik secara materiil maupun imateriil.
“Dalam Pasal 1365 KUHPerdata, dijelaskan bahwa setiap perbuatan melanggar hukum yang menimbulkan kerugian bagi orang lain mewajibkan pelakunya mengganti kerugian tersebut. Artinya, keluarga korban berhak menuntut ganti rugi apabila terbukti ada kelalaian dari pihak sekolah,” ujarnya.
Ia menegaskan, tanggung jawab moral dan administratif juga melekat pada pihak sekolah. Sesuai Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidik dan tenaga kependidikan wajib menciptakan suasana belajar yang aman, nyaman, dan menyenangkan.
“Apapun bentuk kegiatan, baik di dalam maupun di luar lingkungan sekolah, harus disertai dengan prosedur keselamatan, izin orang tua, serta pengawasan yang ketat. Ini bentuk perlindungan hukum bagi siswa,” katanya.
Lebih lanjut, Rah Zainal menilai bahwa kejadian ini harus menjadi momentum bagi seluruh lembaga pendidikan untuk melakukan evaluasi terhadap standar keamanan dan keselamatan siswa dalam setiap kegiatan pembelajaran.
“Tragedi seperti ini seharusnya tidak terjadi jika semua pihak menjalankan prosedur dengan benar. Sekolah harus memiliki SOP yang jelas untuk kegiatan di luar ruangan, termasuk memastikan fasilitas yang digunakan aman bagi anak-anak,” tuturnya.
Ia juga mengimbau agar pihak kepolisian segera melakukan penyelidikan menyeluruh untuk memastikan penyebab kematian serta menelusuri apakah ada kelalaian sistemik dari pihak sekolah.
Rah Zainal berharap, peristiwa ini menjadi pelajaran penting bagi dunia pendidikan agar lebih memperhatikan keselamatan siswa di setiap kegiatan.
“Keselamatan peserta didik adalah tanggung jawab bersama. Jangan sampai kegiatan belajar yang seharusnya mendidik justru berujung duka,” pungkasnya.(*)






