LUBUKLINGGAU – Program Corporate Social Responsibility (CSR) atau Tanggung Jawab Sosial Perusahaan bukan sekadar formalitas, melainkan kewajiban hukum yang harus dijalankan oleh setiap badan usaha, khususnya yang beroperasi di wilayah Kota Lubuklinggau.
Menurut Mahasiswa Hukum Universitas Bina Insan Lubuklinggau, Rah Zainal, pelaksanaan CSR sudah memiliki dasar hukum yang kuat, baik di tingkat nasional maupun daerah.
“CSR itu bukan pilihan, tapi kewajiban. Diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, serta PP Nomor 47 Tahun 2012. Jadi, perusahaan yang menjalankan usaha, apalagi yang berkaitan dengan sumber daya alam, wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan,” jelas Rah Zainal saat dimintai pendapatnya, Rabu (13/11/2025).
Ia menegaskan, perusahaan yang tidak melaksanakan kewajiban CSR bisa dikenakan sanksi administratif dari pemerintah daerah. Bentuknya dapat berupa teguran, pembatasan kegiatan usaha, hingga penundaan atau pencabutan izin.
“Pemerintah daerah, termasuk Kota Lubuklinggau, sudah memiliki Forum CSR yang bertugas mengawasi pelaksanaan program tersebut. Jadi kalau ada perusahaan yang abai, Pemkot bisa memberi teguran bahkan tidak melibatkan mereka dalam proyek strategis daerah,” ujarnya.
Selain sanksi administratif, lanjutnya, perusahaan juga bisa menerima sanksi sosial dan moral dari masyarakat sekitar.
“Kalau perusahaan tidak peduli terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar, kepercayaan publik akan turun. Dalam jangka panjang, hal ini bisa menghambat kegiatan bisnis mereka sendiri,” tambahnya.
Rah Zainal menilai, penerapan CSR di Kota Lubuklinggau seharusnya menjadi sarana sinergi antara dunia usaha dan pemerintah daerah dalam mendukung pembangunan berkelanjutan.
“CSR bukan cuma bentuk kepatuhan, tapi bukti nyata bahwa perusahaan ikut bertanggung jawab terhadap kesejahteraan masyarakat dan kelestarian lingkungan,” tutupnya. (*)






